Nama : Taufik Ikram Jamil
Npm : 16209069
Kelas : 4EA03
Sesuai dengan fungsinya baik secara mikro maupun makro, sebuah bisnis
yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Nantinya, jika
sebuah perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial yang baik,
bukan hanya lingkungan makro dan mikronya saja yang akan menikmati
keuntungan, tetapi juga perusahaan itu sendiri.
Didunia usaha khususnya perusahaan periklanan, secara kondisioal iklan
di maksudkan untuk memperkenalkan suatu produk kepada konsumen. Kerena
itu iklan harus dibuat semenarik dan sedramatis mungkin sehingga mau
tidak mau konsumen akan tertarik untuk memperhatikannya. Iklan merupakan
suatu proses kerja yang sangat penting dalam menunjang performancesuatu
perusahaan dihadapan masyarakat. Oleh karena itu untuk menghasilkan
iklan yang sesuai dengan kepentingan perusahaan maka iklan harus
dirancang secara matang dari proses assignment yang diberikan
perusahaan, proses kreatifnya, proses produksi sampai pada proses
pilihan waktu penayanngannya.
Hal yang menjadi sorotan masalah iklan adalah sejauh mana komitmen moral
atau etika bisnis yang dimiliki perusahaan dalam mempertanggungjawabkan
materi atau isi pesan yang disampaikan kepada masyarakat. Hal ini
sangat penting mengingat produk dipasaran sangat banyak jumlahnya, dan
pengetahuan konsumen tentang produk lebih banyak didapat dari informasi
produsen.Dalam hal berbagai produk yang sejenis tidak mustahil produsen
tertentu tergoda untuk memanipulasi informasi sehingga produknya
mempunyai daya tarik yang lebih besar bagi para konsumen.Etika bisnis
dalam mengkampanyekan produk kepada khalayak sasaran memang penting
dipahami oleh pihak produsen. Hal ini agar masyarakat tidak merasa
tertipu oleh sajian – sajian iklan yang “bombastis” yaitu khalayak
mendapat informasi yang sebanarnya dari produk yang diiklankan.Secara
umum tradisi beriklan yang sehat yang dapat mendorong terwujudnya citra
produk dicirikan oleh tiga aspek penting yaitu:
Etis, Estetis, Artistik
Etis : berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk
ditayangkan? secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang
jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut. Sebagai
contoh, seorang produsen mengiklankan produk pembalut wanita, tidak
mungkin seorang produsen memperlihatkan secara realistis dengan
memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut, atau iklan sabun
mandi, tidak mungkin juga para produsen mengiklankan sabun mandi dengan
memperlihatkan orang mandi secara utuh. Karena hal itu berkaitan juga
dengan norma-norma, yang berlaku dalam masyarakat. Jadi intinya iklan
harus menampilakan sesuatu yang pantas yang tidak bertentangan dengan
norma-nama, atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
Estetis
Estetis berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan
siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut
harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada
waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian,
karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.
Selanjutnya adalah Estetika
Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus
mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak
membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan
mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan
tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk
tersebut
Oleh sebab itu menurut Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan
atas pelanggaran etika selama dua tahun terskhir ini.
Contoh kasus :
SEBANYAK 56 BIRO IKLAN MELAKUKAN PELANGGARAN ETIKA.
Bandung-Surabayawebs.com
Badan Pengawas Periklanan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
(PPPI) sedikitnya telah menegur 56 perusahaan iklan atas pelanggaran
etika selama dua tahun terakhir ini.
Pelanggaran ini berupa penampilan iklan yang superlative, yaitu
memunculkan produk sebagai yang terbaik atau termurah. Iklan superlative
ini acapkali dibumbui kecenderungan menjatuhkan pesaing di pasaran.
“Jika semua bilang baik, termurah, ini akan membingungkan masyarakat dan
pelanggan,” ujar Ketua Badan Pengawas PPPI, FX Ridwan Handoyo kepada
wartawan, belum lama ini.
Dia mencontohkan iklan pada industri telekomunikasi. Setiap operator
telekomunikasi mengaku menawarkan tariff termurah. Bahkan ada iklan yang
menyebutkan bahwa produk paling murah meriah. Juga ada iklan produk
kesehatan atau kosmetik yang menyebutkan paling efektif. “Tapi semua
iklan superlative itu tidak didukung oleh bukti yang kuat. Jadi bisa
merugikan masyarakat dan pelanggannya,” tuturnya kemudian.
Surat teguran dilayangkan setelah Badan Pengawas PPPI menemukan dugaan
pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat atau hasil pantauan, Kepada
perusahaan periklanan anggota PPPI, Badan pengawas PPPI melakukan
peneguran sekaligus meminta keterangan. Sedangkan kepada perusahaan non
anggota, surat teguran berupa imbauan agar menjunjung tinggi etika
beriklan.
Ridwan menyebutkan dari 149 kasus yang ditangani Badan Pengawas PPPI,
tahun 2006 sebanyak 56n kasus dan 93 kasus di tahun 2007. Sebanyak 90
kasus telah dinyatakan melakukan pelanggaran dan 44 kasus lainnya masih
dalam penanganan. Dari yang diputus melanggan etika, 39 kasus tak
mendapatb respon oleh agensi. Untuk itu BP PPPI menruskannya ke Badan
Musyawarah Etika PPPI.
Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu
ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi
pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur
dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada
aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak,’ katanya.
Kesimpulan:
Jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran cukup banyak itu
ada kemungkinan terjadi akibat tidak adanya sanksi yang tegas bagi
pelanggar. Diakuinya, selama ini rambu-rambu periklanan hanya diatur
dalam bentuk Etika Periklanan Indonesia. “Mungkin karena belum ada
aturan hukum yang jelas, pelanggaran tetap banyak
Saran :
Harus adanya peraturan-peraturan yang jelas dan sangsi yang tegas bagi
suatu perusahaan yang melanggar etika dalam bisnis, agar pelanggaran
etika dapat di kurangi semaksimal mungkin.